Selama ini kita masih sulit memahami bagaimana mekanisme pikiran positif dapat mempengaruhi kesuksesan, kesehatan, dan kebahagiaan kita.
Lima abad lalu bahkan baru 5 dekade yang lalu, manusia percaya bahwa kesakitan atau kesembuhan murni
datang dari Sang Pencipta sebagai
cobaan. Sebelum dunia kesehatan dan medis menemukan fatogen-fatogen eksternal
dan internal, bibit penyakit seperti Malaria, Kolera, Tifus dianggap sebagai
kiriman setan atau cobaan dari Tuhan. Begitu juga, masyarakat kita saat inipun
sempat mengabaikan aspek unsur kimiawi yang terrkandung dalam batu Ponari yang dapat menyembuhkan + fakor
sugesti/pikiran positif dan langsung menjudge bahwa itu syirik (ada setan) atau
sebaliknya itu mukzizat dari Allah/Tuhan yang diperantarakan.
Jika boleh saya menilai, maka pola sikap dan pemikiran“short-cut” (asal bunyi tanpa observasi, data dan pengujian) seperti itu tidak
jauh berbeda dengan pola pemikiran kita 5 abad yang lalu, hanya saja saat ini
masyarakat telah memiliki knowledge yang lebih mengenai patologi. Namun,
pemikiran yang sengaja kita batasi untuk mengeksplor lebih mendalam
fenomena-fenomena alam sebagai source of knowledge tampaknya menjadi penghalang
terbesar kemajuan pendidikan teknologi bangsa kita. Ini berimplikasi tumbuhnya
kultur bangsa yang hanya lebih cenderung menjadi bangsa pengguna
(customer-consumer) produk luar, bukan producer atau inventor.
Pertanyaan sekarang adalah apakah kita percaya bahwa
penyakit, kesehatan ataupun penyembuhan bergantung pada faktor-faktor lain seperti pikiran dan
mental kita? Benarkah sebagian besar penyakit muncul dari pikiran negatif kita?
Sebelum kita mempercayai sesuatu (dalam konteks ini), alangkah lebih baiknya
kita melakukan investigasi dan penelusuran mendetil.
Seperti tulisan saya sebelumnya mengenai Analisis Faktor
Penyembuhan Air Ponari, saya mengemukakan bahwa kemungkinan faktor penyembuhan
ala Ponari adalah faktor mental, sugesti, danprobability unsur kimia yang
terkandungnya. Selain itu, saya juga
melampirkan salah satu hasil penelitian mengenai dampak sugesti pada
penyembuhan di Barat. Dan juga fenomena-fenomena seperti mengapa kita merasa
mulai sembuh tatkala baru menemui sang
dokter.
Hasil penelitian Kazuo Murakami, Ph.D (Profesor Genetika)
dalam bukunya, “The Divine Message of DNA“, yang membuka tabir tersembunyi di
dalam DNA, “prosesor”-nya sel-sel tubuh kita.
DNA (DeoxyriboNucleic Acid) atau asam deoksiribonukleatmerupakan asam
nukleat yang berisi kode genetik yang berfungsi sebagai blue print (cetak biru)
segala aktivitas kita terutama sel kita. Dengan informasi DNA, maka sel dan
jaringan di kepala akan menumbuhkan rambut yang terus tumbuh, sedangkan bulu di
alis akan tumbuh dengan panjang tertentu, begitu juga sel jari, telinga, mata
dan seterusnya. DNA menjadi fondasi pertumbuhan sel, menyusun dengan tepat
protein dan molekul RNA, lalu membentuk jaringan, organ hingga tubuh kita.
Dalam hal ini, DNA sangat mempengaruhi aspek fisik kehidupan kita. Sedangkan
aspek fisik (lingkungan) turut mempengaruhi mental kita, begitu juga
sebaliknya.
Dalam buku “The Divine Message of DNA” (DM-DNA) yang telah
diterbitkan Mizan dengan judul “Tuhan dalam Gen Kita“, dikatakan bahwa
kode-kode genetik DNA memiliki karakteristik on (nyala) dan off (padam). Tiap
orang memiliki DNA yang mengandung semua bakat sekaligus perintang (bukan
bakat) yang terprogram dalam 70 triliun kombinasi kode gen. Artinya kode gen bakat piano dan anti-nya
telah terprogram dalam gen kita. Hanya saja, apakah gen bakat kita cenderung
atau sebaliknya antinya yang aktif (mirip mekanisme on-off pada sistem digital
0-1 atau biner). Begitu juga, gen kanker beserta antinya, gen tumor beserta
antinya, gen cerdas beserta antinya, akan aktif atau tidak sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan [aspek lingkungan : makanan, lingkungan, suara, dst] dan
pikiran. Begitu juga hipotesa graviton pasti memiliki antinya yakni
anti-graviton.
Idealnya adalah kode gen positif yang aktif, sedangkan gen
yang berbahaya dinonaktifkan. Dan berpikir positif merupakan kunci penting
dalam mengaktifkan kode tersebut. Jika kita mengerti tentang sistem
mikroprosesor atau mikrokontroller, maka kita akan mudah mengerti gen
aktifsebagai high state (misalnya 5 volt DC) dan gen non-aktif sebagai low
state (misalnya 0 volt DC). Dalam hal ini, berpikir positif merupakan “tombol”
untuk mengaktifkan gen-gen positif dan memadamkan kode gen negatif, dan
sebaliknya berpikir negatif menjadi “tombol” untuk mengaktifkan gen negatif dan
memadamkan gen positif.
Konsep pikiran positif dan negatif telah menjadi frasa yang
sangat familiar di telinga kita yakni “berpikirlah positif“, atau “ambil sisi
positif“. Berpikir positif hendakya disertai rasionalitas terlebih dalam
mengambil suatu keputusan. Disis lain, sejak kecil sebagian dari kita lebih banyak mendapat porsi informasi negatif
daripada positif. Kita cenderung mudah mengingat hal-hal negatif ketimbang hal
positif yang kita alami atau peroleh. Terlebih dalam kondisi buruk, kita akan
sulit untuk berpikir positif.
Entropi merupakan istilah dalam dunia fisika maupun kimia
yang menjelaskan fenomena ketidakteraturan alam semesta yang dipelajari dalam
Second Thermodynamic Law (Hk. Termodinamika II). Hal ini dapat dijelaskan
sederhana dalam fenomena dimana setetes tinta akan menyebar luas dalam sebuah
baskom berisi penuh air. Dan mengapa tinta tidak berkumpul saja dalam satut
titik atau tidak menyebar?
Fenomena penyebaran setetes tinta merupakan hukum alam yang
alami yakni entropi. Hanya saja, apakah penyebaran secara cepat atau lebih
lambat tergantung pada faktor-faktor luar seperti suhu/pemanasan, konsentrasi,
atau pengadukan. Jika airnya cukup dingin (agak membeku) dan kita tidak
mengaduknya, maka tinta tersebut tidak akan menyebar cepat. Hal ini serupa
dengan kejadian sehari-hari kita. Ketika kita menghadapi masalah atau sakit,
apakah batin kita bertambah tergoncang atau sebaliknya.
Semakin batin dan pikiran kita tergoncang, maka penderitaan
atau penyakit kita akan semakin parah. Sedangkan jika batin dan pikiran kita
tenang dan berpikir positif, maka penderitaan atau penyakit kita akan berkurang
bahkan dengan bantuan obat + do’a, penyakit dapat kita sembuhkan. Hal ini mirip
dengan mengangkat tetesan tinta di atas es, bukanlah air yang mendidih.
Sehingga pada fenomena Ponari, terlepas dari kandungan kimiawi pada batu
tersebut, kita akan mudah mengerti bahwa penyembuhan pasien sangat ditentukan
oleh faktor mental atau sugesti sang pasien.
Penyebaran setetes tinta ini merupakan fenomena penguraian
atau dalam materi atau zat lain mengalami ketidakteraturan atau pembusukan.
Inilah disebut sebagai entropi. Tinta
akan mudah bercampur dengan air (bahkan tanpa energi luar), sedangkan untuk
memisahkan tinta dari air dibutuhkan energi ekstra. Fenomena tinta juga berlaku untuk semua jenis
materi, termasuk materi penyusun tubuh kita (DNA).
Sejak kita dilahirkan, tubuh kita sedang mengalami
perubahan, dan secara bertahap tubuh kita akan tumbuh dan kemudian menuju ambang
kematian atau kehancuran. Satu-satunya alasan ilmiah mengenai hal ini adalah
keberadaan gen kita yang cenderung bergerak menuju penguraian atau kehancuran.
Ini adalah fenomena alami, sangat alami. Dalam kata lain, tubuh kita terlahir
dengan dilengkapi oleh sebuah program untuk mematikan sel.
Jika gen tiba-tiba bekerja dengan kemampuan penuh, hasilnya
adalah kematian mendadak karena gen-gen itu akan rusak. Namun, biasanya gen
kita bekerja untuk menjaga agar kita tetap hidup dan mencegah peningkatan entropi.
Dengan kata lain, hidup dapat dilihat sebagai
menjalani proses yang secara alami bergerak menuju kematian dan
penguraian serta mengarahkannya pada keteraturan.
Ini berarti bahwa tubuh juga memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan nilai entropi yang stabil, atau memperlambat proses meningkatnya
entropi. Kemampuan tubuh untuk memperlambat peningkatan entropi (gen-gen)
sangat ditentukan oleh faktor mental kita. Gen-gen dan enzim-enzim yang
diproduksi sesuai perintah masing-masing memiliki peran penting untuk
mengurangi entropi. Tapi perlu diingat bahwa kecenderungan tubuh adalah
menyembuhkan secara bertahap, bukan perubahan mendadak.
Jika kita menerapkan prinsip entropi pada konsep pikiran
positif dan negati, wajarlah untuk menganggap bahwa pikiran positif menyebabkan
pengurangan entropi, sementara berpikir negatif menyebabkan peningkatan
entropi. Anda akan melihat mengapa hal ini terjadi dalam penelitian diabetes –
tertawa yang akan dijelaskan berikutnya.
Penelitian mengenai efek pikiran positif/gembira yakni
tertawa dengan pikiran negatif (tegang, jemu, bosan) pada penderita diabetes.
Penelitian tersebut mendapatkan hasil spektakuler yakni tawa (rasa senang)
memiliki efek menguntungkan bagi tingkat glukosa darah. Mereka menemukan bahwa
23 gen teraktivitasi berkat pasien tertawa. Dan salah satu gen yang
identifikasikan ketika seseorang tertawa (pikiran positif) adalah gen reseptor
D4 dopamin (DRD4), yang terkait dengan penghambatan kerja enzim adenyil
cyciase, yang memegang peranan penting dalam peningkatan glukosa darah.
Sedangkan hal ini (pengaktifan gen-gen
positif) tidak terjadi pada pasien yang kondisinya tegang, jemu, bosan.
Dari penelitian-penelitian efek pikiran positif terhadap gen
yang menjadi sumber utama pertumbuhan dan fungsi sel, maka dapat ditarik satu
pengetahuan baru yakni emosi positif dapat memicu tombol genetik. Jika tubuh
dapat direpresentasikan sebagai sistem yang terdiri dari mental/batin/pikiran
dan tubuh/fisik/DNA, maka antara tubuh dan batin akan memiliki hubungan saling
terkait (dependence relationship). Untuk manusia secara umum, maka ketika
mentalnya bermasalah (stress, tegang, takut), maka fisiknya pun akan terganggu.
Fisiknya akan mudah terserang penyakit dan bibit penyakit. Begitu juga
sebaliknya, jika seseorang mengalami penderitaan fisik, maka hal tersebut dapat
mempengaruhi batin atau mentalnya.
Tentu kadar kesalingterkaitan antara batin dan fisik sangat
tergantung pada kematangan mentalnya. Yakni dalam hal ini berhubungan dengan pengalaman
(kedewasaan), iman (keyakinan), kebiasaan atau latihan (training dan motivasi).
Sehingga, cara termurah dan efektif dalam menguatkan mental adalah do’a yang
semua agama mengajarkannya. Dari do’a, shalat, zikir, meditasi atau sejeninya,
maka bagi seseorang yang memiliki pemahaman yang baik terhadap ajaran agama,
akan lebih mudah menghadapi tantangan lingkungan (faktor lingkungan,
masyarakat, bahkan tubuh bagi mental, dan pikiran bagi tubuh).
Dengan pemahaman ini, seyogyanya seorang yang memiliki kedalaman
praktik dan pemahaman suatu agama akan memiliki keadaan mental yang stabil dan
selalu memancarkan emosi positif dari hati dan pikirannya. Batinnya tidak akan
mudah goyah ketika pujian atau celaan menimpa dirinya. Dikala mendapat
keuntungan dan rezeki, batinnya akan stabil dan tetap memancarkan emosi positif
yaknigrateful (bersyukur), humble (rendah hati) dan generous (bermurah hati).
Begitu juga, ketika giliran ketidakberuntungan menimpanya,
grateful, humble dan generous tetap terpatri dalam mentalnya. Sehingga secara kasat mata, maka seseorang
yang bergebu-gebu dan lantang menghujat dan memaki orang lain karena berbeda
pendapat atau berbeda keyakinan, akan menjadi objek pertanyaan besar yakni
“benarkah ia telah menjalankan agamanya dengan baik dan benar?”
Jika kita telusuri secara mendalam, maka penyakit atau
kesembuhan (sehat) sangat tergantung pada pikiran atau sikap mental kita.
Sugeti merupakan cara efektif untuk mengaktifkan gen positif dan memadamkan gen
negatif. Sugesti dapat muncul dari keyakinan kuat atas do’a, keyakinan kuat
pada benda/materi (obat, jimat, batu, dsb), dorongan keluarga dan sahabat
(misalnya : menjenguk rekan sakit), dan masih banyak lagi. Inilah mengapa orang
dengan beragam agama dan kepercayaan bahkan bagi mereka yang tidak percaya sama
Tuhan sama sekalipun, dapat mengalami penyembuhan asalkan mereka percaya atau
memiliki sugesti akan penyembuhan yang disertai “perantara”. Perantara dapat
berupa obat tradisional, jamu, obat kimia, urut/pijak, terapi infra merah, air
putih dan sejenisnya.
Jadi, kekuatan berpikir positif memiliki pengaruh yang
sangat besar pada tiap orang. Hal ini terlihat jelas ketika seseorang jatuh
sakit. Jika seseorang dokter memberitahu pasiennya bahwa ia (pasien yang
bermental kurang stabil) menderita kanker, hal ini akan membuat pasien
mengalami depresi yang berujung pada memburuknya kondisi kesehatan. Sehingga
hal ini pun diterapkan oleh dokter-dokter untuk tidak memberitahu secara
langsung kepada pasien yang mengalami penyakit kronis yang sulit disembuhkan
seperti kanker.
Jika batin/mental mengizinkan (berusaha) berpikir positif
dan penyembuhan serta sehat, maka kebahagiaan, kesembuhan, dan hidup sehat akan
menjadi milik kita. Karena pada hakekatnya, dalam setiap gen kita memiliki
potensi untuk menimbulkan penyakit, dan pada saat yang sama, juga gen dapat
mencegah penyakit.
Hanya saja, kita mau milih yang mana, untuk hidup dengan
pemikiran positif atau negatif. Apakah kita mengingankan hidup sehat atau
berpenyakit, tergantung pada mental Anda. Jadi, apakah Anda percaya bahwa sakit
atau sehat sangat bergantung dari pikiran Anda? Jika percaya, kembangkan
pikiran positif yang tentunya disertai rasionalitas. Agar sehat dan cerdas.
SEMOGA BERMANFAAT!
No comments:
Post a Comment